Faktor Rendahnya Literasi Numerasi Siswa
Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, artinya kemampuan literasi dan numerasi siswa masih rendah. Literasi dan numerasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mendukung kecakapan pembelajaran abad 21. Konteks literasi dan numerasi di pembelajaran abad 21 tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menghitung namun menekankan kemampuan siswa menganalisis, memaknai dan menginformasikan kembali suatu informasi baik berupa teks maupun grafik dan tabel.
Rendahnya literasi dan numerasi ini disebabkan oleh banyak faktor. Seperti belum adanya pembiasaan membaca baik di sekolah maupun di rumah dan kemajuan teknologi informasi.
Belum adanya pembiasaan membaca. Pembiasaan ini bisa dimulai dengan menyediakan bacaan yang beragam dan menarik serta membuat ruang baca publik yang nyaman dan kekinian di dalam sekolah. Ruang baca publik yang kekinian ini bisa menjadi peluang kampanye literasi dan numerasi melalui media sosial sehingga lebih banyak siswa yang termotivasi untuk datang dan membaca.
Kemajuan teknologi informasi. Kemudahan mengakses informasi hanya cukup mengetik kata kunci maka akan langsung menemukan jawaban. Beberapa siswa hanya membaca bagian yang mereka anggap sebagai jawaban tanpa membaca keseluruhan konsep. Kebiasaan ini lambat laun dapat menurunkan minat membaca siswa sehingga kemampuan literasinya rendah. Mengurangi permasalahan tersebut, guru dapat mendesain pembelajaran dengan model pembelajaran aktif seperti Problem Based Learning, Discovery Learning serta Inquiry dimana suatu pertanyaan dapat terjawab melalui proses pengumpulan informasi dari berbagai sumber.