Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)

Menurut Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahayu (dalam Supriyadi, 2010:13).Model PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) pada siswa. Kemudian siswa diminta mencari pemecahan melalui serangkaian percobaan yang berdasarkan teori dan konsep dari suatu bidang ilmu.
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan istilah yang diadopsi dari bahasa Inggris Problem Based Learning (PBL). Menurut Ratumanan (dalam Trianto, 2009:92), pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi sehingga membantu siswa untuk memproses informasi dan menyusun pengetahuan mereka sendiri.
Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama di antara siswa-siswa. Guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan dan memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Selain itu, guru juga harusmampu menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa (Trianto, 2009: 92).
Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah
Arends (dalam Trianto, 2009:93) mengungkapkan bahwa pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik.sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, &Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992; 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990): a) Pengajuan pertanyaan atau masalah, b) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin, c) Penyelidikan autentik, Menghasilkan produk dan memamerkannya, dan d) Kolaborasi.
Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahayu (dalam Supriyadi, 2010:13) mengungkapkan lima asumsi utama dalam PBL sebagai berikut:
- Permasalahan sebagai pemandu. Dalam hal ini permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan diberikan sejalan dengan permasalahan. Siswa ditugaskan untuk membaca dengan selalu mengacu pada permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka pikir dalam mengerjakan tugas.
- Permasalahan sebagai kesatuan. Permasalahan diberikan kepada siswa setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperolehnya dalam pemecahan masalah.
- Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan merupakan salah satu contoh dan bagian dari bahan pelajaran siswa. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, atau prinsip dan dibahas dalam diskusi kelompok.
- Permasalahan sebagai sarana yang memfasilitasi terjadinya proses. Permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berfikir kritis.
- Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar. Fokusnya pada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Keterampilan tidak diajarkan oleh guru, tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui aktivitas pemecahan masalah. Keterampilan yang dimaksudkan meliputi keterampilan fisik, keterampilan data dan menganalisis data yang berkaitan dengan permasalahan.
Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Sintaks suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Dalam pembelajaran berbasis masalah terdapat lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun kelima langkah tersebut dijelaskan dalam Tabel 1 berikut.
Berikut ini adalah Tabel Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah:
Tahap/Langkah/Sintaks Pembelajaran | Tingkah laku guru |
Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah | Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. |
Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar | Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. |
Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok | Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. |
Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya | Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. |
Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah | Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. |
Sumber: Ibrahim ( dalam Trianto, 2009:98)
Lebih lanjut Arends (2008:56) merinci langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran sebagai berikut:
Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah.
Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dalam penggunaan PBL, dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan guru sendiri. Di samping proses yang akan berlangsung, penting juga untuk menjelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang dilakukan. Sutrisno (2006, dalam Dasna dan Sutrisno, 2010: 82) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu: a) tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajarai sejumlah informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri; b) permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar”, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan; c) selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya; dan d) selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyata-kan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan.Dalam pembelajaran ini, tidak ada ide yang akan ditawarkan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Hal penting yang dilakukan guru adalah memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
Tahap 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar.
Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Hasil karya yang dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis, termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya, dan program komputer serta presentasi multimedia. Selain beberapa hal tersebut, dapat pula dilakukan dengan cara lain, newsletter misalnya, merupakan cara yang ditawarkan untuk memamerkan hasil-hasil karya siswa dan untuk menandai berakhirnya proyek-proyek berbasis masalah.
Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Fase terakhir PBL ini melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan investigative dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.
Tantangan utama bagi guru dalam tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Dasna dan Sutrisno (2010) mengemukakan beberapa alasan baiknya menggunakan PBL dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut:
- Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan;
- Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan
- PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis , menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Sumber Referensi:
Arends, R.I. 2008. Learning to Teach. Edisi VII. Yogyakarta.Pustaka Pelajar.
Supriyadi. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Sistem Reproduksi Pada Manusia (2009/2010). (Skripsi). Bandar Lampung.Universitas Lampung.
Supriyadi. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Sistem Reproduksi Pada Manusia (2009/2010). (Skripsi). Bandar Lampung.Universitas Lampung.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Jakarta.Prenada Media.